Sunday, June 23, 2013

Dari SIM Untuk SIM

"Di, boleh ya Mimi buat SIM?" tanya saya pada suami.
"Untuk apa?" tanya suami.
"Sebentar lagi kan Fiqri masuk TK, kan Mimi yang harus antar jemput. Selain itu kalau Tk kan banyak sering karnaval di kota. Biar aman ya harus punya SIM" jelas saya.
" Tidak perlu, nanti naik angkot saja" ujar suami.
" Yah, Didi kan tahu sendiri Fiqri itu tidak mau naik angkot, dia akan pusing dan muntah - muntah", sanggah saya.
Itu percakapan saya dan suami kemarin. Sebenarnya percakapan seperti itu sudah sering terjadi di antara kami.

Suami memang tidak pernah setuju saya buat SIM. " Lebih nyaman naik angkot, kalau naik motor bagaimana kalau Tsaqif dan Fiqri tertidur?" begitu alasan suami saya.

Alasan saya membuat SIM karena saat ini sudah akhir bulan Juni itu artinya sebentar lagi yaitu awal bulan Juli Fiqri masuk sekolah TK. Bersekolah di TK akan sering mengikuti acara karnaval di kota yang jarak tempuhnya kurang lebih 1 jam dengan kendaraan pribadi dan apabila menggunakan kendaraan umum pasti akan memakan waktu yang lebih lama.

Dan waktu tempuh yang lumayan lama itulah yang dikhawatirkan suami saya. Tsaqif, anak kedua saya masih berusia 1 tahun dan jika tertidur dalam gendongan dikhawatirkan akan mengganggu keamanan dan kenyamanan saya mengendarai sepeda motor. Belum lagi kalau Fiqri yang saya bonceng di belakang akan tertidur juga dan hujan turun tiba - tiba.

Sebenarnya saya mengerti jika alasan suami melarang saya membuat SIM adalah untuk keselamatan kami tapi tetap saja saya masih bingung karena Fiqri pasti menangis tidak mau naik angkot karena pusing dan muntah.
" Mengapa Fiqri kalau naik angkot pusing dan muntah?" tanya saya pada Fiqri
"Karena angkot itu jalannya berhenti - berhenti, Mi" jawab Fiqri
Iya ya, angkot kan harus mencari penumpang jadi harus sering berhenti.

Berbicara mengenai SIM, adik ipar saya memiliki pengalaman tentang sulitnya membuat SIM. Saat itu ia masih berstatus mahasiswa Universitas Mulawarman di Samarinda. Sewaktu libur semester, ia pulang ke Balikpapan untuk membuat SIM. Setelah menjalani test drive ia dinyatakan tidak lulus oleh petugas kepolisian. Dan itu bukan hanya sekali. Ia ikut test drive sebanyak 4 kali dan 4 kali pula dinyatakan gagal. Untunglah saat test drive ke 5 ia dinyatakan lulus. Amboi, betapa senang hatinya saat itu.

Mengingat sulitnya ia mendapat SIM saya jadi berfikir kalau saya mau membuat SIM saat hamil besar dengan anggapan "apa iya polisi tega menyuruh test drive pada wanita yang sedang hamil besar?" he..he...

Sebenarnya saya sempat memiliki SIM saat masih kuliah dan habis masa berlakunya pada tahun 2011. SIM saya terbitan Samarinda sedangkan sekarang saya sekarang menetap di Blikpapan, kalau ingin memperpanjang saya harus melakukan pindah berkas terlebih dahulu. Tapi lagi - lagi suami tidak setuju saya memperpanjang SIM.

Ada satu kejadian waktu membuat SIM yang membuat saya masih tersenyum saat teringat. "Pekerjaan?" tanya pak polisi. "Mahasiswa pak" jawab saya. " Mahasiswi, kan kalau mahasiswa itu laki - laki, mbak kan perempuan" ujar pak polisi tersebut sambil tersenyum. Dalam hati saya menjawab "maklum pak efek kelaparan gara - gara antrinya panjang". Dan uang yang saya pergunakan untuk membuat SIM kala itu adalah uang yang saya dapat untuk dana KKN yang dipotong dari uang tiap semester kuliah.

Kata SIM memang sulit bergabung dengan saya, terbukti mendapatkan SIM ( Surat Izin Menikah ) dari orangtua pun sulit dengan alasan usia saya yang masih 23 tahun kala itu. Namun dengan keyakinan yang kuat akhirnya SIM dari orangtua saya dapatkan. Sekarang tinggal menunggu SIM ( Surat Izin Misua) untuk mendapatkan SIM yang sesungguhnya. Semoga berhasil.


http://kinzihana.blogspot.com/2013/06/kinzihanas-ga.htmlTulisan ini diikutkan dalam GA 5 tahun Merantau ( http://kinzihana.blogspot.com/2013/06/kinzihanas-ga.html)

4 comments:

  1. berarti ada dua SIM yang diurus ya mbak, SIM ( Surat Izin Misua) SIM mengemudi. hehhehehehe

    ReplyDelete
  2. Iya mbak Lisa dan masalahnya adalah kalau SIM mengemudi kan ada pintu belakangnya nah kalau SIM misua ini yang tidak ada pintu belakangnya

    ReplyDelete
  3. wahh senasib kita Mak hiks semoga sukses yaaa

    makasih sudah beroartisipasi

    ReplyDelete